Kumpulan Puisi Sutardji Calzoum Bachri

Sutardji_Calzoum_Bachri_

  • ANA BUNGA
  • AYO
  • BATU
  • BAYANGKAN
  • GAJAH DAN SEMUT
  • JEMBATAN
  • KUCING
  • LA NOCHE DE LAS PALABRAS

    (EL DIARIO DE MEDELLIN)
  • LUKA
  • MANTERA
  • NGIAU
  • O
  • PARA PEMINUM
  • SEPISAUPI
  • TANAH AIR MATA
  • TAPI
  • TRAGEDI WINKA & SIHKA
  • WALAU 
  • SATU 
  • AMUK
  • IDUL FITRI
  • KUCING
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


ANA BUNGA

Terjemahan bebas (Adaptasi) dari puisi Kurt Schwittters, Anne Blumme

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


Oh kau Sayangku duapuluh tujuh indera

Kucinta kau

Aku ke kau ke kau aku

Akulah kauku kaulah ku ke kau

Kita ?

Biarlah antara kita saja

Siapa kau, perempuan tak terbilang

Kau

Kau ? - orang bilang kau - biarkan orang bilang

Orang tak tahu menara gereja menjulang

Kaki, kau pakaikan topi, engkau jalan

dengan kedua

tanganmu

Amboi! Rok birumu putih gratis melipat-lipat

Ana merah bunga aku cinta kau, dalam merahmu aku

cinta kau

Merahcintaku Ana Bunga, merahcintaku pada kau

Kau yang pada kau yang milikkau aku yang padaku

kau yang padaku

Kita?

Dalam dingin api mari kita bicara

Ana Bunga, Ana Merah Bunga, mereka bilang apa?

Sayembara :

                Ana Bunga buahku

                Merah Ana Bunga

                Warna apa aku?

Biru warna rambut kuningmu

Merah warna dalam buah hijaumu

Engkau gadis sederhana dalam pakaian sehari-hari

Kau hewan hijau manis, aku cinta kau

Kau padakau  yang milikau yang kau aku

yang milikkau

kau yang ku

Kita ?

Biarkan antara kita saja

pada api perdiangan

Ana Bunga, Ana, A-n-a, akun teteskan namamu

Namamu menetes bagai lembut lilin

Apa kau tahu Ana Bunga, apa sudah kau tahu?

Orang dapat membaca kau dari belakang

Dan kau yang paling agung dari segala

Kau yang dari belakang, yang dari depan

A-N-A

Tetes lilin mengusapusap punggungku

Ana Bunga

Oh hewan meleleh

Aku cinta yang padakau!

1999

Catatan: Terjemahan Anna Blume dikerjakan untuk panitia peringatan Kurt Schwitters, Niedersachen, Jerman.


OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri

Republikaedisi : 28 November 1999




AYO

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


Adakah yang lebih tobat

dibanding air mata

adakah yang lebih mengucap

dibanding airmata

adakah yang lebih nyata

adakah yang lebih hakekat

dibanding airmata

adakah yang lebih lembut

adakah yang lebih dahsyat

dibanding airmata

para pemuda yang

melimpah di jalan jalan

itulah airmata

samudera puluhan tahun derita

yang dierami ayahbunda mereka

dan diemban ratusan juta

mulut luka yang terpaksa

mengatup diam

kini airmata

lantang menderam

meski muka kalian

takkan dapat selamat

di hadapan arwah sejarah

ayo

masih ada sedikit saat

untuk membasuh

pada dalam dan luas

airmata ini

ayo

jangan bandel

jangan nekat pada hakekat

jangan kalian simbahkan

gas airmata pada lautan airmata

                          malah tambah merebak

jangan letupkan peluru

logam akan menangis

dan tenggelam

             dikedalaman airmata

jangan gunakan pentungan

mana ada hikmah

mampat

karena pentungan

para muda yang raib nyawa

karena tembakan

yang pecah kepala

sebab pentungan

memang tak lagi mungkin

jadi sarjana atau apa saia

namun

mereka telah

nyempurnakan

bakat gemilang

sebagai airmata

yang kini dan kelak

selalu dibilang

bagi perjalanan bangsa

OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri

Republika edisi : 28 November 1999




BATU

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


        batu mawar

        batu langit

        batu duka

        batu rindu

        batu janun

        batu bisu

        kaukah itu

                        teka

                                teki

        yang

        tak menepati janji ?

    Dengan seribu gunung langit tak runtuh dengan seribu perawan

    hati takjatuh dengan seribu sibuk sepi tak mati dengan

    seribu beringin ingin tak teduh.  Dengan siapa aku mengeluh?

    Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampa mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai mengapa peluk

    diketatkan sedang hati tak sampai mengapa tangan melambai

    sedang lambai tak sampai.  Kau tahu

        batu risau

        batu pukau

        batu Kau-ku

        batu sepi

        batu ngilu

        batu bisu

        kaukah itu

                                teka

                        teki

                        yang

        tak menepati

                        janji ?

        Memahami Puisi, 1995

        Mursal Esten




BAYANGKAN

untuk Salim Said

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


direguknya

         wiski

            direguk

               direguknya

bayangkan kalau tak ada wiski di bumi

sungai tak mengalir dalam aortaku katanya

di luar wiski

           di halaman

                 anak-anak bermain

bayangkan kalau tak ada anak-anak di bumi

aku kan lupa bagaimana menangis katanya

direguk

   direguk

       direguknya wiski

            sambil mereguk tangis

lalu diambilnya pistol dari laci

bayangkan kalau aku tak mati mati katanya

dan ditembaknya kepala sendiri

bayangkan

1977

sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri

Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800

Mailing List MSI Penyair

Pengirim Nanang Suryadi




GAJAH DAN SEMUT

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


tujuh gajah

cemas

meniti jembut

serambut

tujuh semut

turun gunung

terkekeh

kekeh

perjalanan

kalbu

1976-1979

sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri

Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800

Mailing List MSI Penyair

Pengirim Nanang Suryadi




JEMBATAN

Oleh  :

Sutardji Calzoum Bachri


    Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata

    bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi

    dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.

    Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang

    jalanan yangberdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.

    Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam

    para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan.

    Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase

    indah di berbagai palaza. Wajah yang diam-diam menjerit

    mengucap

    tanah air kita satu

    bangsa kita satu

    bahasa kita satu

    bendera kita satu !

    Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan

    mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan

    tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah

    yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang

    di antara kita ?

    Di lembah-lembah kusam pada puncak tilang kersang dan otot

    linu mengerang mereka pancangkan koyak-miyak bendera hati

    dipijak ketidakpedulian pada saudara. Gerimis tak ammpu

    mengucapkan kibarnnya.

    Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri airmata kami.

Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air



KUCING

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


            ngiau!  Kucing dalam  darah dia menderas

            lewat  dia  mengalir  ngilu  ngiau  dia  ber

            gegas  lewat dalam aortaku dalam rimba

            darahku dia  besar dia bukan harimau bu

            kan singa bukan  hiena  bukan leopar  dia

            macam kucing bukan kucing  tapi   kucing

            ngiau dia lapar dia  merambah  rimba  af

            rikaku dengan cakarnya dengan amuknya

            dia meraung  dia mengerang jangan beri

            daging dia tak  mau daging Jesus jangan

            beri  roti  dia  tak   mau   roti   ngiau   ku

            cing   meronta  dalam  darahku  meraung

            merambah  barah  darahku  dia lapar 0 a

            langkah  lapar   ngiau   berapa  juta  hari

            dia  tak  makan  berapa  ribu  waktu  dia

            tak  kenyang  berapa juta lapar lapar ku

            cingku  berapa  abad  dia mencari menca

            kar  menunggu  tuhan mencipta kucingku

            tanpa mauku dan sekarang  dia  meraung

            mencariMu  dia   lapar   jangan   beri  da

            ging   jangan   beri  nasi  tuhan  mencipta

            nya  tanpa  setahuku  dan  kini  dia  minta

            tuhan  sejemput  saja  untuk tenang seha

            ri  untuk  kenyang  sewaktu untuk tenang

        Memahami Puisi, 1995

        Mursal Esten




LA NOCHE DE LAS PALABRAS

(EL DIARIO DE MEDELLIN)


Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


Di cafe jalanan Noventa Y Sieta, Medellin, Columbia

kami mengepung bulan

dan mereka yang mendengarkan puisi kami

mencoba menaklukkan bulan dengan cara mereka

berkomplot dengan anggur daun cerbeza

bersekongkol dengan gadisgadis

memancing bulan dengan keluasan dada

Musim panas

Menjulang di Medelin

menampilkan sutera

di keharibaan malam cuaca

ratusan para lilin

menyandar di pundak malam

mengucap

menyebutnyebut cahaya

sambil mencoba

memahami takdir di wajah-wajah usia

kami para penyair

meneruskan zikir kami

-palabras palabras palabras palabras

-

--kata kata kata kata --

semakin kental mengucap

cahaya pun memadat

sampai kami bisa buat

sesuka kami atas padat cahaya

lantas bulan kesurupan

kesadaran kami meninggi

bulan turun pada kami

dan kami mengatasi bulan

sampailah kami pada kerajaan kata-kata

jika kami membilang ayah

ia juga ayah kata-kata

jika kami menyebut hari

juga harinya kata-kata

jika kami mengucap diri

pastilah juga diri kata kata

Di cafe jalanan Medellin

purnama jatuh

kata-kata menjadi kami

kami menjadi kata kata

Medellin, Colombia 1997

OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri

Republikaedisi : 28 November 1999




LUKA

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


ha ha

sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri

Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800

Mailing List MSI Penyair

Pengirim Nanang Suryadi




MANTERA

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


                    lima percik mawar

                    tujuh sayap merpati

                    sesayat langit perih

                    dicabik puncak gunung

                    sebelas duri sepi

                    dalam dupa rupa

                    tiga menyan luka

                    mengasapi duka

                    puah!

                    kau jadi Kau!

                    Kasihku

        Memahami Puisi, 1995

        Mursal Esten




NGIAU

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


Suatu gang panjang menuju lumpur dan terang tubuhku mengapa

panjang. Seekor kucing menjinjit tikus yang menggelepar

tengkuknya. Seorang perempuan dan seorang lelaki bergigitan.

Yang mana kucing yang mana tikusnya? Ngiau! Ah gang

yang panjang. Cobalah tentukan! Aku kenal Afrika aku kenal

Eropa aku tahu Benua aku kenal jam aku tagu jentara

aku kenal terbang. Tapi bila dua manusia saling gigitan

menanamkan gigi-gigi sepi mereka akan ragu menetapkan yang

mana suka yang mana luka yang mana hampa yang mana

makna yang mana orang yang mana kera yang mana dosa yang

mana surga.

sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri

Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800

Mailing List MSI Penyair

Pengirim Nanang Suryadi




O

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau

resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian

raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian

mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai

siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia

waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas

duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai

oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O...

sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri

Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800

Mailing List MSI Penyair

Pengirim Nanang Suryadi




PARA PEMINUM

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


di lereng lereng

para peminum

mendaki gunung mabuk

kadang mereka terpeleset

jatuh

dan mendaki lagi

memetik bulan

di puncak

mereka oleng

tapi mereka bilang

--kami takkan karam

dalam lautan bulan--

mereka nyanyi nyanyi

jatuh

dan mendaki lagi

di puncak gunung mabuk

mereka berhasil memetik bulan

mereka menyimpan bulan

dan bulan menyimpan mereka

di puncak

semuanya diam dan tersimpan

Sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri

Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800

Mailing List MSI Penyair

Pengirim Nanang Suryadi




SEPISAUPI

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


sepisau luka sepisau duri

sepikul dosa sepukau sepi

sepisau duka serisau diri

sepisau sepi sepisau nyanyi

sepisaupa sepisaupi

sepisapanya sepikau sepi

sepisaupa sepisaupoi

sepikul diri keranjang duri

sepisaupa sepisaupi

sepisaupa sepisaupi

sepisaupa sepisaupi

sampai pisauNya ke dalam nyanyi

1973

sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri

Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800

Mailing List MSI Penyair

Pengirim Nanang Suryadi




TANAH AIR MATA

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


                Tanah airmata tanah tumpah dukaku

                mata air airmata kami

                airmata tanah air kami

                di sinilah kami berdiri

                menyanyikan airmata kami

                di balik gembur subur tanahmu

                kami simpan perih kami

                di balik etalase megah gedung-gedungmu

                kami coba sembunyikan derita kami

                kami coba simpan nestapa

                kami coba kuburkan duka lara

                tapi perih tak bisa sembunyi

                ia merebak kemana-mana

                bumi memang tak sebatas pandang

                dan udara luas menunggu

                namun kalian takkan bisa menyingkir

                ke manapun melangkah

                kalian pijak airmata kami

                ke manapun terbang

                kalian kan hinggap di air mata kami

                ke manapun berlayar

                kalian arungi airmata kami

                kalian sudah terkepung

                takkan bisa mengelak

                takkan bisa ke mana pergi

                menyerahlah pada kedalaman air mata

                (1991)

                Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air



TAPI

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


        aku bawakan bunga padamu

                                                        tapi kau bilang masih

        aku bawakan resahku padamu

                                                        tapi kau bilang hanya

        aku bawakan darahku padamu

                                                        tapi kau bilang cuma

        aku bawakan mimpiku padamu

                                                        tapi kau bilang meski

        aku bawakan dukaku padamu

                                                        tapi kau bilang tapi

        aku bawakan mayatku padamu

                                                        tapi kau bilang hampir

        aku bawakan arwahku padamu

                                                        tapi kau bilang kalau

        tanpa apa aku datang padamu

                                                        wah !

        Memahami Puisi, 1995

        Mursal Esten




  TRAGEDI WINKA & SIHKA

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


             kawin

                     kawin

                              kawin

                                      kawin

                                                    kawin

                                              ka

                                          win

                                       ka

                                  win

                              ka

                          win

                      ka

                win

            ka

                winka

                        winka

                                winka

                                        sihka

                                                sihka

                                                        sihka

                                                                sih

                                                            ka

                                                        sih

                                                    ka

                                                sih

                                            ka

                                        sih

                                    ka

                                sih

                            ka

                                sih

                                    sih

                                        sih

                                            sih

                                                sih

                                                    sih

                                                        ka

                                                            Ku

        Memahami Puisi, 1995

        Mursal Esten




WALAU

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri


        Walau penyair besar

        takkan sampai sebatas allah

        dulu pernah kuminta tuhan

        dalam diri

        sekarang tak

        kalau mati

        mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat

        tujuh puncak membilang-bilang

        nyeri hari mengucap-ucap

        di butir pasir kutulis rindu rindu

        walau huruf habislah sudah

        alif bataku belum sebatas allah

        Memahami Puisi, 1995

        Mursal Esten 




SATU

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri




kuterjemahkan tubuhku ke dalam tubuhmu

ke dalam rambutmu kuterjemahkan rambutku

jika tanganmu tak bisa bilang tanganku

kuterjemahkan tanganku ke dalam tanganmu

jika lidahmu tak bisa mengucap lidahku

kuterjemahkan lidahku ke dalam lidahmu

aku terjemahkan jemariku ke dalam jemarimu

jika jari jemarimu tak bisa memetikku

ke dalam darahmu kuterjemahkan darahku

kalau darahmu tak bisa mengucap darahku

jika ususmu belum bisa mencerna ususku

kuterjemahkan ususku ke dalam ususmu

kalau kelaminmu belum bilang kelaminku

aku terjemahkan kelaminku ke dalam kelaminmu



daging kita satu arwah kita satu

walau masing jauh

yang tertusuk padamu berdarah padaku



Pil

Oleh :

Sutardji Calzoum Bachri




Memang pil seperti pil macam pil walau pil

Hanya pil hampir pil sekedar pil ya toh pil

Meski pil tapi tak pil apalah pil

Pil pil pil mengapa gigil ?

Aku demam pil bilang

Obat jadi barah

Apakah pasien ?

Tempeleng !





AMUK

karya: Sutardji C. Bachri



.... aku bukan penyair sekedar

aku depan

depan yang memburu

membebaskan kata memanggilMu



pot pot pot

pot pot

kalau pot tak mau pot

biar pot semau pot

mencari pot

pot

hei Kau dengar manteraku

Kau dengar kucing memanggilMu

izukalizu

pot

hei Kau dengar manteraku

Kau dengar kucing memanggilMu

izukalizu mapakazaba itasatali

tutulita papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu

tutukaliba dekodega zamzam lagotokoco zukuzangga

zegezegeze zukuzangga zegezegeze zukuzangga

zegezegeze zukuzangga zegezegeze aahh...!

nama kalian bebas carilah tuhan semaumu





Idul Fitri



Lihat

Pedang tobat ini menebas-nebas hati

dari masa lampau yang lalai dan sia

Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,

telah kutegakkan shalat malam

telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang

Telah kuhamparkan sajadah

Yang tak hanya nuju Ka’bah

tapi ikhlas mencapai hati dan darah

Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu

Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya

Maka aku girang-girangkan hatiku



Aku bilang:

Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam

Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang

Namun si bandel Tardji ini sekali merindu

Takkan pernah melupa

Takkan kulupa janji-Nya

Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta

Maka walau tak jumpa denganNya

Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini

Semakin mendekatkan aku padaNya

Dan semakin dekat

semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa



O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini

ngebut

di jalan lurus

Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir

tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia

Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu

di ujung sisa usia

O usia lalai yang berkepanjangan

Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus

Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir

tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia



Maka pagi ini

Kukenakan zirah la ilaha illAllah

aku pakai sepatu sirathal mustaqim

aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id

Aku bawa masjid dalam diriku

Kuhamparkan di lapangan

Kutegakkan shalat

Dan kurayakan kelahiran kembali

di sana









KUCING



ngiau! Kucing dalam darah dia menderas

lewat dia mengalir ngilu ngiau dia ber

gegas lewat dalam aortaku dalam rimba

darahku dia besar dia bukan harimau bu

kan singa bukan hiena bukan leopar dia

macam kucing bukan kucing tapi kucing

ngiau dia lapar dia merambah rimba af

rikaku dengan cakarnya dengan amuknya

dia meraung dia mengerang jangan beri

daging dia tak mau daging Jesus jangan

beri roti dia tak mau roti ngiau ku

cing meronta dalam darahku meraung

merambah barah darahku dia lapar 0 a

langkah lapar ngiau berapa juta hari

dia tak makan berapa ribu waktu dia

tak kenyang berapa juta lapar lapar ku

cingku berapa abad dia mencari menca

kar menunggu tuhan mencipta kucingku

tanpa mauku dan sekarang dia meraung

mencariMu dia lapar jangan beri da

ging jangan beri nasi tuhan mencipta

nya tanpa setahuku dan kini dia minta

tuhan sejemput saja untuk tenang seha

ri untuk kenyang sewaktu untuk tenang













Wahai pemuda mana telurmu?



Apa gunanya merdeka

Kalau tak bertelur

Apa gunanya bebas

Kalau tak menetas?



Wahai bangsaku

Wahai pemuda

Mana telurmu?



Burung jika tak bertelur

Tak menetas

Sia-sia saja terbang bebas



Kepompong menetaskan

kupu-kupu,

Kuntum membawa bunga

Putik jadi buah

Buah menyimpan biji

Menyimpan mimpi

Menyimpan pohon

dan bunga-bunga



Uap terbang menetas awan

Mimpi jadi, sungai pun jadi,

Menetas jadi,

Hakekat lautan



Setelah kupikir-pikir

Manusia ternyata burung berpikir



Setelah kurenung-renung

Manusia adalah

burung merenung



Setelah bertafakur

Tahulah aku

Manusia harus bertelur



Burung membuahkan telur

Telur menjadi burung

Ayah menciptakan anak

Anak melahirkan ayah



Wahai para pemuda

Wahai garuda

Menetaslah

Lahirkan lagi

Bapak bagi bangsa ini!



Menetaslah

Seperti dulu

Para pemuda

Bertelur emas



Menetas kau

Dalam sumpah mereka



SCB,

7 Agustus 2010















0 komentar:

Posting Komentar